Saja Moane: Dari Tradisi Laut Wakatobi ke Lintasan Sejarah Bangsa

  

Teikita.com - Tari Saja Moane adalah salah satu warisan budaya takbenda yang lahir dari masyarakat pesisir Wakatobi, Sulawesi Tenggara. Nama ini mungkin terdengar asing bagi sebagian orang Indonesia, tetapi bagi masyarakat Wakatobi, Saja Moane adalah simbol identitas, kebanggaan, dan sejarah panjang hubungan manusia dengan laut.

Dalam perayaan HUT RI 80 Tahun kini menjadi pilihan untuk ditampilkan karena sarat makna, memadukan keindahan gerak dengan kisah perjuangan dan kearifan lokal. Menariknya, tari Saja Moane bukan sekadar hiburan, melainkan cermin perjalanan budaya maritim yang membentuk jati diri bangsa Indonesia.

Asal-Usul dan Makna Tari Saja Moane

Secara harfiah, “Saja Moane” dapat diartikan sebagai “tarian para lelaki” (dari bahasa lokal saja = tarian, moane = laki-laki). Tarian ini awalnya dipentaskan oleh para lelaki dewasa sebagai ungkapan semangat, keberanian, dan kesiapan menghadapi tantangan, khususnya tantangan di laut.

Wakatobi sejak dahulu adalah wilayah strategis yang dikelilingi lautan luas. Masyarakatnya hidup dari melaut, berdagang, dan berinteraksi dengan bangsa lain. Laut bagi mereka bukan sekadar sumber mata pencaharian, tetapi juga arena pertaruhan nyawa. Karena itu, gerakan tari Saja Moane banyak terinspirasi dari aktivitas bahari—mulai dari mendayung perahu, mengibarkan layar, hingga sikap sigap menghadapi ombak besar. Dalam konteks sosial, Saja Moane juga menjadi media pendidikan nilai-nilai seperti kebersamaan, keberanian, dan kedisiplinan. Setiap gerakan memiliki filosofi, misalnya gerakan melangkah tegap melambangkan tekad kuat, sementara hentakan kaki serentak melambangkan persatuan.

Dari sudut pandang antropologi budaya, Saja Moane termasuk tari tradisional maritim yang merepresentasikan hubungan harmonis antara manusia dan laut. Tradisi ini menunjukkan bahwa seni tari bukan hanya bentuk ekspresi estetis, tetapi juga arsip hidup yang menyimpan pengetahuan lokal (local wisdom).

Kajian etnokoreografi mengungkap bahwa pola gerak Saja Moane memiliki struktur ritmis yang kuat dan bersifat repetitif. Hal ini memudahkan penari mempertahankan stamina, mengingat tarian ini sering dibawakan dalam waktu lama saat pesta adat atau perayaan besar. Kostumnya biasanya sederhana, didominasi kain tradisional dan warna-warna laut seperti biru, putih, dan cokelat, menegaskan identitas bahari.

Dari sudut pandang sejarah, tarian ini juga menjadi jejak interaksi Wakatobi dengan dunia luar. Gerakan tertentu diperkirakan dipengaruhi oleh budaya pelaut dari Kepulauan Nusantara lainnya, bahkan dari pedagang asing yang singgah di masa lampau.

Saja Moane dan Identitas Bangsa

Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan dengan identitas maritim yang kuat. Saja Moane adalah bukti nyata bahwa identitas itu hidup dan bergerak, bukan sekadar konsep di atas kertas. Tarian ini membawa pesan bahwa keberanian, solidaritas, dan kecintaan pada tanah air bisa diwujudkan melalui seni. Lebih dari sekadar hiburan, Saja Moane adalah dokumen budaya yang hidup. Setiap kali penari mengangkat kaki dan menghentakkannya di tanah, seakan mereka mengukir kembali jejak leluhur di lintasan sejarah bangsa.

Tari Saja Moane adalah warisan berharga yang menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan. Dari tradisi laut di Wakatobi, ia melangkah ke panggung nasional, bahkan berpotensi menjadi ikon budaya dunia.

Menjaga Saja Moane berarti menjaga bagian penting dari identitas Indonesia sebagai bangsa maritim. Jika kita mampu merawatnya, maka 80 tahun mendatang, generasi masa depan akan tetap menyaksikan gerakan gagah para penari Saja Moane—bukan sekadar sebagai tontonan, tetapi sebagai napas sejarah yang terus hidup di lintasan zaman. **

 

View 👁️
0
Share 🔁
0